Senin, 25 Mei 2015

KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) DI KAMPUS
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

By: URWATUL WUTSQO
NIM : 11680030

A.   MORFOLOGI CAPUNG


Gambar 1. Bagian-bagian tubuh capung (Sumber : Susanti, 1998)

Capung termasuk dalam kelompok insekta atau serangga yang memiliki ciri-ciri yang terdiri atas tiga bagian yaitu: kepala (caput), dada (toraks), dan perut (abdomen). Kepala capung relatif besar dibanding tubuhnya, bentuknya membulat atau memanjang ke samping dengan bagian belakang berlekuk ke dalam. Bagian yang sangat menyolok pada kepala adalah sepasang mata majemuk yang besar terdiri dari banyak mata kecil yang disebut ommatidium. Di antara kedua mata majemuk tersebut terdapat sepasang antena pendek, halus seperti benang (Aswari, 2003).
Capung memiliki mata yang mampu melihat ke segala arah dengan dilengkapi mata majemuk, tiga oseli (William & Feltmate 1992) dan bulu pendek menyerupai antena serta tipe mulut mandibulata (Gullan & Cranston 2000). Toraks relatif kecil dan kompak (protoraks dan dua ruas toraks lainnya berukuran kecil) dan pada permukaan dorsal terdapat pterotoraks yang berada di antara pronotum dan dasar sayap yang terbentuk oleh sklerit-sklerit pleura (Borror et al., 1996).
Capung memiliki tungkai relatif pendek yang merupakan bentuk adaptasi untuk hinggap, menangkap dan menahan mangsa. Tungkai terdiri dari trokanter dan femur kuat; tibia yang ramping tanpa taji dan tiga ruas tarsi. Pada tibia capung famili Corduliidae dan Cordulegastridae terdapat beberapa duri (Watson & O’Farrell, 1996). Keempat sayap Odonata memanjang dan terdapat banyak venasi. Ukuran panjang sayap capung dewasa berkisar antara 2 cm sampai 15 cm bahkan bisa mencapai 17 cm.
Bagian dada (toraks) terdiri dari tiga ruas adalah protoraks, mesotoraks, dan metatoraks, masing-masing mendukung satu pasang kaki. Menurut fungsinya kaki capung termasuk dalam tipe kaki raptorial yaitu kaki yang dipergunakan untuk berdiri dan menangkap mangsanya. Abdomen terdiri dari beberapa ruas, ramping dan memanjang seperti ekor atau agak melebar. Ujungnya dilengkapi tambahan seperti umbai yang dapat digerakkan dengan variasi bentuk tergantung jenisnya (Watson et all, 1991).
Abdomen berbentuk memanjang agak silindris, terdiri dari beberapa ruas, meruncing ke ujung. Abdomen Odonata mempunyai sepuluh ruas yang bersifat fleksibel. Ruas pertama sampai kedelapan terdapat spirakel sebagai alat bantu pernafasan bagi capung (Watson & O’Farrell, 1996). Menurut William dan Feltmate (1992), ukuran abdomen pada ruas pertama, kedua, kedelapan, dan kesepuluh lebih pendek daripada ruas lain.

B.    KLASIFIKASI CAPUNG (ODONATA)
Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera (William dan Feltmate, 1992). Subordo Anisoptera memiliki tujuh famili, sedangkan famili yang termasuk subordo Zygoptera sebanyak 19 famili seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengelompokkan famili berdasarkan subordo*

1.      Sub ordo Anisoptera
Sub ordo Anisoptera adalah jenis capung yang sering sekali dijumpai dan mudah untuk diamati. Bentuk tubuh besar, tubuh panjang silinder dan agak pipih. Panjang sayap sama namun sayap belakang lebih lebar daripada sayap depan. Pada waktu hinggap posisi sayap terentang. Capung ini umumnya merupakan penerbang ulung dan senang melayang-layang (Susanti, 1998).
2.     Sub Ordo Zygoptera
Tubuh capung ini berbentuk silinder dan sangat ramping menyerupai jarum. Bentuk dan ukuran sayap depan dan sayp belakang sama. Pada waktu hinggap, umumnya sayap terlipat (menutup) ke atas. Capung ini umumnya kurang kuat terbang, sehingga jarang terlihat melayang-layang di suatu tempat (Susanti, 1998).

C.    DAUR HIDUP CAPUNG (ODONATA)
Sebelum melakukan kopulasi, capung jantan memindahkan sperma dari lubang kelamin primer pada ruas abdomen kesembilan ke lubang kelamin sekunder betina. Ketika kopulasi, leher capung betina atau protoraks dipegang dengan tungkai capung jantan dan sepasang capung ini terbang menggunakan tandem yang biasanya digunakan untuk hinggap. Capung betina membengkokan abdomen ke depan hingga mencapai lubang kelamin sekunder pada jantan. Sebelum memindahkan sperma, capung jantan membersihkan sisa sperma dari jantan sebelumnya yang terdapat pada capung betina. Kopulasi berlangsung selama beberapa menit atau beberapa jam tergantung jenis spesies (Gullan & Cranston 2000).
Gambar 2. Perilaku reproduksi pada capung (Sumber : Borror at all., 1996).

Gambar 3. Copera marginipes (capung hantu kaki kuning) sebelum melakukan kopulasi (Sumber : @Syahid Kesuma)

Capung merupakan serangga yang mengalami metamorfosis hemimetabola. Hemimetabola adalah metamorfosis yang melalui tiga stadia perkembangan yaitu telur, naiad, dan imago. Perkembangan Odonata dimulai dengan fase telur. Telur capung diletakkan dengan dua cara yaitu tipe endofitik dan eksofitik. Pada spesies capung tipe endofitik, telur diletakkan di dalam jaringan tanaman air, tanaman yang berada di pinggiran air, atau ke dalam lumpur. Pada tipe eksofitik capung tidak memiliki ovipositor, telur dikeluarkan secara tunggal, bertahap, atau berkelompok dari lubang kelamin. Setelah telur menetas, capung memasuki fase naiad (Patty, 2006).
Menurut Watson & O’Farrell (1996) istilah fase setelah telur adalah larva, namun menurut William & Feltmate (1992), istilah fase setelah telur adalah nimfa. Walaupun sebagian spesies capung memiliki habitat khusus, larva capung terdapat di air jernih, air payau, air terjun, aliran air deras, danau, kolam, sungai kecil, rawa, tanah berlumpur, dan muara sungai.
Beberapa jenis larva melekat di bawah permukaan tanaman (Watson & O’Farrell, 1996). Selain itu, menurut William & Feltmate (1992) larva capung hidup di perairan yang ditumbuhi tanaman berdaun lebar. Periode pematangan reproduksi capung terjadi selama dua sampai 30 hari (Zygoptera) sedangkan periode pematangan subordo Anisoptera yang berada di daerah iklim sedang berlangsung selama enam sampai 45 hari yang dipengaruhi oleh jenis spesies, cuaca, lingkungan dan habitat.
Masa reproduksi berlangsung selama satu sampai delapan minggu. Periode pematangan berlangsung sejak kemunculan naiad sampai kematangan seksual yang melibatkan; perubahan warna tubuh, warna sayap, perkembangan alat kelamin, ukuran dan kemunculan ektoparasit tertentu (tungau), dan pertumbuhan jumlah lapisan pada endokutikula. Selama periode ini, capung dewasa menyebar tergantung tempat bernaung dan keberlanjutan habitat. Masa reproduktif dimulai ketika capung dewasa mulai menunjukkan perilaku seksual, oviposisi, dan periode terbang (William & Feltmate, 1992).
Capung dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka, terutama di perairan tempat berbiak dan berburu makanan. Sebagian besar capung hinggap pada pucuk rumput, perdu dan tanaman yang tumbuh di sekitar kolam, sungai, parit atau genangan-genangan air lainnya. Capung melakukan kegiatan pada siang hari ketika matahari bersinar. Oleh karena itu, ketika cuaca cerah, capung akan terbang sangat aktif dan sulit untuk didekati. Pada dini hari, senja hari, dan saat matahari terbenam, kadang-kadang capung relatif mudah didekati (Susanti, 1998).
Capung dewasa biasanya hidup secara diurnal, krepuskular, atau nokturnal. Kisaran musim terbang tiap spesies berbeda-beda mulai dari beberapa minggu hingga beberapa bulan. Beberapa jenis capung memilliki aktivitas utama yaitu hinggap di lokasi tertentu, biasanya capung hinggap secara horisontal di atas batu, pinggiran sungai, ranting dan sebagainya (Anisoptera) (Patty, 2006).
Perilaku capung dalam beraktivitas di habitatnya bermacam-macam. Perilaku tersebut antara lain, menyerang mangsa secara tiba-tiba ketika makan, menantang pengganggu habitatnya, dan cara kopulasi yang cukup unik. Jenis capung selalu berhinggap umumnya jenis Zygoptera dan beberapa jenis Anisoptera (Gomphidae, Petaluridae, dan Libellulidae). Sebaliknya, jenis capung yang termasuk penerbang ulung dan hinggap secara vertikal ketika istirahat adalah famili Aeshnidae, Corduliidae, dan beberapa jenis Libellulidae (Watson & O’Farrell 1996).
Capung dewasa merupakan penerbang yang kuat dan memiliki jarak terbang sejauh ratusan kilometer. Durasi dan periode terbang tergantung dengan habitat naiad, khususnya tergantung pada tingkat permanennya. Hal ini dapat dicontohkan dengan capung yang hidup pada iklim sedang dan lintang tinggi memiliki durasi dan periode terbang yang bersifat musiman, seperti pada spesies tropis, naiad tinggal sementara di perairan dan dipengaruhi musim hujan. Bagi spesies capung yang hidup di habitat tertentu secara permanen, periode terbangnya terus menerus. Aktivitas makan capung berlangsung selama fase hidup. Semua jenis capung merupakan predator. Kebanyakan capung memakan invertebrata akuatik yang berukuran sangat kecil, khususnya jenis serangga dan ikan. Menurut William dan Feltmate (1992) mangsa capung terdiri dari serangga kecil. Jenis Anisoptera akan menangkap capung lain sebagai mangsa menggunakan sayap. Jenis
Zygoptera menangkap mangsa ketika mangsa beristirahat. Sejumlah spesies capung memiliki kemampuan untuk mengatur suhu tubuh melalui perubahan postur tubuh dan tingkat pembukaan terhadap matahari. Hal ini memberikan keuntungan bagi capung untuk mulai memangsa pada dini hari sebelum tubuh mangsa berfungsi secara sempurna. Ketika melewati masa prereproduktif, capung dewasa kembali pada masa kopulasi. Pada subordo Zygoptera, kedua jenis kelamin berkumpul dalam jumlah besar. Capung betina Anisoptera dan beberapa Zygoptera berada di perairan untuk kopulasi dan meletakkan telur. Sebaliknya, capung jantan menghabiskan waktu berada di dekat air dan memiliki perilaku dengan menunjukkan daerah teritorial terhadap beberapa spesies capung lain (William & Feltmate 1992).

D.   MANFAAT CAPUNG
 Capung merupakan salah satu kelompok serangga yang sangat erat kaitannya dengan air. Capung memiliki ukuran tubuh relatif besar, berwarna bagus dan menggunakan sebagian besar hidupnya untuk terbang. Tahapan pradewasa capung bersifat akuatik dan individu dewasa biasanya ditemukan dekat perairan (Amir dan Kahono, 2003).
Capung memiliki peranan penting bagi manusia yaitu sebagai indikator untuk memantau kualitas air di sekitar lingkungan hidup. Nimfa capung tidak akan hidup pada air yang tercemar atau yang tidak bervegetasi (Susanti, 1998). Nimfa capung memangsa serangga-serangga kecil lain yang hidup di dalam air. Nimfa capung dapat menampung polutan bersifat racun yang berasal dari mangsanya. Kenyataan ini bisa diartikan bahwa kelangsungan hidup capung tergantung dari pencemaran habitatnya, sehingga capung dapat digunakan sebagai bioindikator lingkungan aquatik (Watson, 1991). Selain itu, capung juga berperan dalam bidang kesehatan maupun pertanian. Masyarakat di daerah Blitar, Jawa Timur menggunakan capung sebagai makanan (Amir dan Kahono, 2003).
Capung bermanfaat langsung bagi manusia, karena nimfa capung memakan berbagai jenis binatang air termasuk jentik-jentik nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit malaria dan demam berdarah. Di beberapa negara Asia Timur, baru-baru ini telah terungkap bahwa capung dapatt digunakan sebagai pembasmi yang efektif terhadap nyamuk-nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit demam berdarah (Yahya, 2005).

E. KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) DI KAMPUS UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
          Berdasarkan hasil survey yang telah dilaksanakan sejak tahun 2013-2015 di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ditemukan sebanyak 21 jenis capung yang terbagi dalam dua sub ordo yaitu Anisoptera sebanyak 13 jenis dan Zygoptera sebanyak 8 jenis. Jenis-jenis capung yang ditemukan di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Jenis japung yang terdapat di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Anisoptera
Zygoptera
Orthetrum sabina
Pseudagrion pruinosum
Orthetrum testaceum
Pseudagrion rubriceps
Diplacodes trivialis
Agriognemis femina
Potamarcha congener
Copera marginipes
Crocothemis servilia
Libellago lineata
Pantala flavescens
Rynochipa fernestrata
Tholymis tillarga
Prodasineura autumnalis
Zyxoma obtusum
 Pseudagrion microchepalum
Paragomphus reindwardtii

Macrogomphus paralellogramma

Neurothemis terminata

Brachythemis contaminata

Ictinogomphus decoratus


1. Sub Ordo Anisoptera
             Zyxoma obtusum                                 Pantala flavescens

     Brachythemis contaminata              Paragomphus reindwardtii

        Neurothemis ramburii                     Orthetrum sabina

         Orthetrum testaceum                              Tholymis tillarga

      Ictinogomphus decoratus                      Crocothemis servilia

         Potamarcha congener                       Diplacodes trivialis 

  
                                  Macrogomphus paralallogramma

2. Sub Ordo Zygoptera

         Rinochypa fernestrata                           Libellago lineata

  
              Copera marginipes                     Pseudagrion pruinosum

         Prodasineura autumnalis                   Pseudagrion rubriceps


                                                       Pseudagrion microcephalum

 Foto oleh : Dis Setia Eka Putra

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. dan Kahano. 2003. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. Jawa Barat: Biodiversity Conservation Project.
Borror DJ, Charles AT, Norman, FJ. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga edisi keenam. Penerjemah Soetiyono partosoedjono. Yogyakarta: UGM Press.
Gullan PJ, Cranston PS. 2000. The Insects an Outline of Entomology, 2nd edition. Australia : CSIRO Entomology Blackwell Science. hlm 231.
Patty, N. 2006. KEANEKARAGAMAN JENIS CAPUNG (ODONATA) DI SITU GINTUNG CIPUTAT, TANGGERANG. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Susanti, S. 1998. Seri Panduan Lapangan Mengenal Capung. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.
Watson, J. A. L. and A. F. O’farrell. 1991. Odonata (Dragonflies and Damselfly). Division of Entomologi CSIRO Australia. Melbourne: Melbourne University Press.
Watson JAL, AF O’Farrell. 1996. The Insects of Australia, a Text Book for Students and Research Workers volume I second edition. CSIRO. Australia: Melbourne University Press.

William DD, Feltmate BW. 1992. Aquatic Insects. UK: Cab Internation Wallingford.