KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) DI
KAMPUS
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
By: URWATUL WUTSQO
NIM : 11680030
A. MORFOLOGI
CAPUNG
Gambar 1. Bagian-bagian tubuh capung
(Sumber : Susanti, 1998)
Capung
termasuk dalam kelompok insekta atau serangga yang memiliki ciri-ciri yang
terdiri atas tiga bagian yaitu: kepala (caput), dada (toraks), dan perut
(abdomen). Kepala capung relatif besar dibanding tubuhnya, bentuknya membulat
atau memanjang ke samping dengan bagian belakang berlekuk ke dalam. Bagian yang
sangat menyolok pada kepala adalah sepasang mata majemuk yang besar terdiri
dari banyak mata kecil yang disebut ommatidium.
Di antara kedua mata majemuk tersebut terdapat sepasang antena pendek,
halus seperti benang (Aswari, 2003).
Capung
memiliki mata yang mampu melihat ke segala arah dengan dilengkapi mata majemuk,
tiga oseli (William & Feltmate 1992) dan bulu pendek menyerupai antena
serta tipe mulut mandibulata (Gullan & Cranston 2000). Toraks relatif kecil
dan kompak (protoraks dan dua ruas toraks lainnya berukuran kecil) dan pada
permukaan dorsal terdapat pterotoraks yang berada di antara pronotum dan dasar
sayap yang terbentuk oleh sklerit-sklerit pleura (Borror et al., 1996).
Capung
memiliki tungkai relatif pendek yang merupakan bentuk adaptasi untuk hinggap,
menangkap dan menahan mangsa. Tungkai terdiri dari trokanter dan femur kuat;
tibia yang ramping tanpa taji dan tiga ruas tarsi. Pada tibia capung famili
Corduliidae dan Cordulegastridae terdapat beberapa duri (Watson &
O’Farrell, 1996). Keempat sayap Odonata memanjang dan terdapat banyak venasi.
Ukuran panjang sayap capung dewasa berkisar antara 2 cm sampai 15 cm bahkan
bisa mencapai 17 cm.
Bagian
dada (toraks) terdiri dari tiga ruas adalah protoraks, mesotoraks, dan
metatoraks, masing-masing mendukung satu pasang kaki. Menurut fungsinya kaki
capung termasuk dalam tipe kaki raptorial yaitu kaki yang dipergunakan untuk
berdiri dan menangkap mangsanya. Abdomen terdiri dari beberapa ruas, ramping
dan memanjang seperti ekor atau agak melebar. Ujungnya dilengkapi tambahan
seperti umbai yang dapat digerakkan dengan variasi bentuk tergantung jenisnya
(Watson et all, 1991).
Abdomen
berbentuk memanjang agak silindris, terdiri dari beberapa ruas, meruncing ke
ujung. Abdomen Odonata mempunyai sepuluh ruas yang bersifat fleksibel. Ruas
pertama sampai kedelapan terdapat spirakel sebagai alat bantu pernafasan bagi
capung (Watson & O’Farrell, 1996). Menurut William dan Feltmate (1992),
ukuran abdomen pada ruas pertama, kedua, kedelapan, dan kesepuluh lebih pendek
daripada ruas lain.
B. KLASIFIKASI
CAPUNG (ODONATA)
Capung
termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo
Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera
(William dan Feltmate, 1992). Subordo Anisoptera memiliki tujuh famili,
sedangkan famili yang termasuk subordo Zygoptera sebanyak 19 famili seperti
tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengelompokkan famili berdasarkan subordo*
1. Sub
ordo Anisoptera
Sub
ordo Anisoptera adalah jenis capung yang sering sekali dijumpai dan mudah untuk
diamati. Bentuk tubuh besar, tubuh panjang silinder dan agak pipih. Panjang
sayap sama namun sayap belakang lebih lebar daripada sayap depan. Pada waktu
hinggap posisi sayap terentang. Capung ini umumnya merupakan penerbang ulung
dan senang melayang-layang (Susanti, 1998).
2. Sub
Ordo Zygoptera
Tubuh capung ini berbentuk silinder dan
sangat ramping menyerupai jarum. Bentuk dan ukuran sayap depan dan sayp
belakang sama. Pada waktu hinggap, umumnya sayap terlipat (menutup) ke atas.
Capung ini umumnya kurang kuat terbang, sehingga jarang terlihat
melayang-layang di suatu tempat (Susanti, 1998).
C. DAUR
HIDUP CAPUNG (ODONATA)
Sebelum
melakukan kopulasi, capung jantan memindahkan sperma dari lubang kelamin primer
pada ruas abdomen kesembilan ke lubang kelamin sekunder betina. Ketika
kopulasi, leher capung betina atau protoraks dipegang dengan tungkai capung
jantan dan sepasang capung ini terbang menggunakan tandem yang biasanya
digunakan untuk hinggap. Capung betina membengkokan abdomen ke depan hingga
mencapai lubang kelamin sekunder pada jantan. Sebelum memindahkan sperma,
capung jantan membersihkan sisa sperma dari jantan sebelumnya yang terdapat
pada capung betina. Kopulasi berlangsung selama beberapa menit atau beberapa
jam tergantung jenis spesies (Gullan & Cranston 2000).
Gambar
2. Perilaku reproduksi pada capung (Sumber : Borror at all., 1996).
Gambar
3. Copera marginipes (capung hantu
kaki kuning) sebelum melakukan kopulasi
(Sumber : @Syahid Kesuma)
Capung
merupakan serangga yang mengalami metamorfosis hemimetabola. Hemimetabola
adalah metamorfosis yang melalui tiga stadia perkembangan yaitu telur, naiad,
dan imago. Perkembangan Odonata dimulai dengan fase telur. Telur capung
diletakkan dengan dua cara yaitu tipe endofitik dan eksofitik. Pada spesies
capung tipe endofitik, telur diletakkan di dalam jaringan tanaman air, tanaman
yang berada di pinggiran air, atau ke dalam lumpur. Pada tipe eksofitik capung
tidak memiliki ovipositor, telur dikeluarkan secara tunggal, bertahap, atau
berkelompok dari lubang kelamin. Setelah telur menetas, capung memasuki fase
naiad (Patty, 2006).
Menurut
Watson & O’Farrell (1996) istilah fase setelah telur adalah larva, namun
menurut William & Feltmate (1992), istilah fase setelah telur adalah nimfa.
Walaupun sebagian spesies capung memiliki habitat khusus, larva capung terdapat
di air jernih, air payau, air terjun, aliran air deras, danau, kolam, sungai
kecil, rawa, tanah berlumpur, dan muara sungai.
Beberapa
jenis larva melekat di bawah permukaan tanaman (Watson & O’Farrell, 1996).
Selain itu, menurut William & Feltmate (1992) larva capung hidup di
perairan yang ditumbuhi tanaman berdaun lebar. Periode pematangan reproduksi
capung terjadi selama dua sampai 30 hari (Zygoptera) sedangkan periode
pematangan subordo Anisoptera yang berada di daerah iklim sedang berlangsung
selama enam sampai 45 hari yang dipengaruhi oleh jenis spesies, cuaca,
lingkungan dan habitat.
Masa
reproduksi berlangsung selama satu sampai delapan minggu. Periode pematangan
berlangsung sejak kemunculan naiad sampai kematangan seksual yang melibatkan;
perubahan warna tubuh, warna sayap, perkembangan alat kelamin, ukuran dan
kemunculan ektoparasit tertentu (tungau), dan pertumbuhan jumlah lapisan pada
endokutikula. Selama periode ini, capung dewasa menyebar tergantung tempat
bernaung dan keberlanjutan habitat. Masa reproduktif dimulai ketika capung
dewasa mulai menunjukkan perilaku seksual, oviposisi, dan periode terbang
(William & Feltmate, 1992).
Capung
dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka, terutama di perairan tempat
berbiak dan berburu makanan. Sebagian besar capung hinggap pada pucuk rumput,
perdu dan tanaman yang tumbuh di sekitar kolam, sungai, parit atau
genangan-genangan air lainnya. Capung melakukan kegiatan pada siang hari ketika
matahari bersinar. Oleh karena itu, ketika cuaca cerah, capung akan terbang
sangat aktif dan sulit untuk didekati. Pada dini hari, senja hari, dan saat matahari
terbenam, kadang-kadang capung relatif mudah didekati (Susanti, 1998).
Capung
dewasa biasanya hidup secara diurnal, krepuskular, atau nokturnal. Kisaran
musim terbang tiap spesies berbeda-beda mulai dari beberapa minggu hingga
beberapa bulan. Beberapa jenis capung memilliki aktivitas utama yaitu hinggap
di lokasi tertentu, biasanya capung hinggap secara horisontal di atas batu, pinggiran
sungai, ranting dan sebagainya (Anisoptera) (Patty, 2006).
Perilaku
capung dalam beraktivitas di habitatnya bermacam-macam. Perilaku tersebut
antara lain, menyerang mangsa secara tiba-tiba ketika makan, menantang
pengganggu habitatnya, dan cara kopulasi yang cukup unik. Jenis capung selalu
berhinggap umumnya jenis Zygoptera dan beberapa jenis Anisoptera (Gomphidae, Petaluridae,
dan Libellulidae). Sebaliknya, jenis capung yang termasuk penerbang ulung dan
hinggap secara vertikal ketika istirahat adalah famili Aeshnidae, Corduliidae,
dan beberapa jenis Libellulidae (Watson & O’Farrell 1996).
Capung
dewasa merupakan penerbang yang kuat dan memiliki jarak terbang sejauh ratusan
kilometer. Durasi dan periode terbang tergantung dengan habitat naiad,
khususnya tergantung pada tingkat permanennya. Hal ini dapat dicontohkan dengan
capung yang hidup pada iklim sedang dan lintang tinggi memiliki durasi dan
periode terbang yang bersifat musiman, seperti pada spesies tropis, naiad tinggal
sementara di perairan dan dipengaruhi musim hujan. Bagi spesies capung yang
hidup di habitat tertentu secara permanen, periode terbangnya terus menerus. Aktivitas
makan capung berlangsung selama fase hidup. Semua jenis capung merupakan
predator. Kebanyakan capung memakan invertebrata akuatik yang berukuran sangat
kecil, khususnya jenis serangga dan ikan. Menurut William dan Feltmate (1992)
mangsa capung terdiri dari serangga kecil. Jenis Anisoptera akan menangkap
capung lain sebagai mangsa menggunakan sayap. Jenis
Zygoptera
menangkap mangsa ketika mangsa beristirahat. Sejumlah spesies capung memiliki
kemampuan untuk mengatur suhu tubuh melalui perubahan postur tubuh dan tingkat
pembukaan terhadap matahari. Hal ini memberikan keuntungan bagi capung untuk
mulai memangsa pada dini hari sebelum tubuh mangsa berfungsi secara sempurna.
Ketika melewati masa prereproduktif, capung dewasa kembali pada masa kopulasi.
Pada subordo Zygoptera, kedua jenis kelamin berkumpul dalam jumlah besar.
Capung betina Anisoptera dan beberapa Zygoptera berada di perairan untuk
kopulasi dan meletakkan telur. Sebaliknya, capung jantan menghabiskan waktu
berada di dekat air dan memiliki perilaku dengan menunjukkan daerah teritorial
terhadap beberapa spesies capung lain (William & Feltmate 1992).
D. MANFAAT
CAPUNG
Capung merupakan salah satu kelompok serangga
yang sangat erat kaitannya dengan air. Capung memiliki ukuran tubuh relatif
besar, berwarna bagus dan menggunakan sebagian besar hidupnya untuk terbang.
Tahapan pradewasa capung bersifat akuatik dan individu dewasa biasanya
ditemukan dekat perairan (Amir dan Kahono, 2003).
Capung memiliki peranan penting bagi
manusia yaitu sebagai indikator untuk memantau kualitas air di sekitar
lingkungan hidup. Nimfa capung tidak akan hidup pada air yang tercemar atau
yang tidak bervegetasi (Susanti, 1998). Nimfa capung memangsa serangga-serangga
kecil lain yang hidup di dalam air. Nimfa capung dapat menampung polutan
bersifat racun yang berasal dari mangsanya. Kenyataan ini bisa diartikan bahwa
kelangsungan hidup capung tergantung dari pencemaran habitatnya, sehingga
capung dapat digunakan sebagai bioindikator lingkungan aquatik (Watson, 1991).
Selain itu, capung juga berperan dalam bidang kesehatan maupun pertanian.
Masyarakat di daerah Blitar, Jawa Timur menggunakan capung sebagai makanan
(Amir dan Kahono, 2003).
Capung bermanfaat langsung bagi
manusia, karena nimfa capung memakan berbagai jenis binatang air termasuk
jentik-jentik nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit malaria dan demam
berdarah. Di beberapa negara Asia Timur, baru-baru ini telah terungkap bahwa
capung dapatt digunakan sebagai pembasmi yang efektif terhadap nyamuk-nyamuk
yang dapat menyebabkan penyakit demam berdarah (Yahya, 2005).
E. KEANEKARAGAMAN
CAPUNG (ODONATA) DI KAMPUS UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
Berdasarkan hasil survey yang telah dilaksanakan sejak tahun 2013-2015 di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ditemukan sebanyak 21 jenis capung yang terbagi dalam dua sub ordo yaitu Anisoptera sebanyak 13 jenis dan Zygoptera sebanyak 8 jenis. Jenis-jenis capung yang ditemukan di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Jenis japung yang terdapat di
kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Anisoptera
|
Zygoptera
|
Orthetrum sabina
|
Pseudagrion pruinosum
|
Orthetrum testaceum
|
Pseudagrion rubriceps
|
Diplacodes trivialis
|
Agriognemis femina
|
Potamarcha congener
|
Copera marginipes
|
Crocothemis servilia
|
Libellago lineata
|
Pantala flavescens
|
Rynochipa fernestrata
|
Tholymis tillarga
|
Prodasineura autumnalis
|
Zyxoma obtusum
|
Pseudagrion microchepalum
|
Paragomphus reindwardtii
|
|
Macrogomphus paralellogramma
|
|
Neurothemis terminata
|
|
Brachythemis contaminata
|
|
Ictinogomphus decoratus
|
1. Sub Ordo Anisoptera
Zyxoma obtusum Pantala flavescens
Brachythemis contaminata Paragomphus reindwardtii
Neurothemis ramburii Orthetrum sabina
Orthetrum testaceum Tholymis tillarga
Ictinogomphus decoratus Crocothemis servilia
Potamarcha congener Diplacodes trivialis
Macrogomphus paralallogramma
2. Sub Ordo Zygoptera
Rinochypa fernestrata Libellago lineata
Copera marginipes Pseudagrion pruinosum
Prodasineura autumnalis Pseudagrion rubriceps
Pseudagrion microcephalum
Foto oleh : Dis Setia Eka Putra
DAFTAR PUSTAKA
Amir, M. dan Kahano. 2003. Serangga Taman
Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. Jawa Barat: Biodiversity Conservation
Project.
Borror
DJ, Charles AT, Norman, FJ. 1996. Pengenalan
Pelajaran Serangga edisi keenam. Penerjemah Soetiyono partosoedjono.
Yogyakarta: UGM Press.
Gullan
PJ, Cranston PS. 2000. The Insects an Outline of Entomology, 2nd edition.
Australia : CSIRO Entomology Blackwell Science. hlm 231.
Patty, N.
2006. KEANEKARAGAMAN JENIS CAPUNG
(ODONATA) DI SITU GINTUNG CIPUTAT, TANGGERANG. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.
Susanti, S. 1998. Seri Panduan Lapangan
Mengenal Capung. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.
Watson, J. A. L. and A. F. O’farrell. 1991. Odonata
(Dragonflies and Damselfly). Division of Entomologi CSIRO Australia. Melbourne:
Melbourne University Press.
Watson
JAL, AF O’Farrell. 1996. The Insects of Australia, a Text Book for Students
and Research Workers volume I second edition. CSIRO. Australia:
Melbourne University Press.
William
DD, Feltmate BW. 1992. Aquatic Insects. UK: Cab Internation Wallingford.